DEFENISI ERP
Perencanaan
sumber daya perusahaan ERP (enterprise resource planning) adalah sistem
informasi yang diperuntukkan bagi perusahan manufaktur maupun jasa yang
berperan mengintegrasikan dan mengotomasikan proses bisnis yang berhubungan
dengan aspek operasi, produksi maupun distribusi di perusahaan bersangkutan.
Sistem ERP
didasarkan pada database pada umumnya dan rancangan perangkat lunak modular.
Rancangan perangkat lunak modular harus berarti bahwa sebuah bisnis dapat
memilih modul-modul yang diperlukan, dikombinasikan dan disesuaikan dari vendor
yang berbeda, dan dapat menambahkan modul baru untuk meningkatkan unjuk kerja
bisnis. Sistem ERP menggunakan software untuk mengintegralkan setiap aspek
operasional perusahaan baik internal maupun eksternal.
Syarat
terpenting dari sistem ERP adalah integrasi. Integrasi yang dimaksud adalah
menggabungkan berbagai kebutuhan pada satu software dalam satu logical
database, sehingga memudahkan semua departemen berbagi informasi dan
berkomunikasi.
Database yang
ada dapat mengijinkan setiap departemen dalam perusahaan untuk menyimpan dan
mengambil informasi secara real-time. Informasi tersebut harus dapat dipercaya,
dapat diakses dan mudah disebarluaskan.
CONTOH
PENERAPAN
Sistem ERP (Enterprise Resource
Planning) di Perusahaan Asia Goodhope Holding terintegrasi menjadi satu sistem
yang mengatur antara CRM (Customer Relationship Management), HRM (Human
Resource Management), MRP (Manufacturing Resource Planning), FRM (Finance
Resource Management), dan SCM (Supply Chain Management). Kelima bidang ini
diatur dalam satu sistem ERP sebagai pusat kendali data, walaupun secara tidak
langsung kelima bidang ini dapat saling berhubungan. Namun, supaya kelima
bidang ini dapat berkomunikasi harus melalui ERP terlebih dahulu.
DEFENISI
BUSINESS INTELLIGENCE
Menurut Niu
(2009), business intelligence adalah proses mengekstrak, transformasi,
mengelola, dan menganalisis data bisnis untuk mendukung pengambilan keputusan.
Dalam proses ini pada umumnya melibatkan data set dalam jumlah besar yang
tersimpan dalam datawarehouse. Proses business intelligence meliputi lima
tahapan :
1.Pengumpulan
data.
Sistem business
intelligence dapat mengekstrak data dari beberapa sumber data yang berasal dari
berbagai unit bisnis seperti pemasaran, produksi, sumber daya manusia, dan
keuangan. Data yang sudah diekstrak harus dibersihkan, transformasi, dan
terintegrasi untuk dapat dianalisis.
2.Analisis data.
Pada tahapan
ini, data dikonversi menjadi informasi atau pengetahuan melalui berbagai macam
teknik analisis seperti laporan, visualisasi, dan data mining. Hasil dari
proses analisis dapat membantu pihak manajemen untuk memahami situasi dan
mengambil keputusan yang lebih baik.
3.Kesadaran
situasi.
Kesadaran
terhadap situasi dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap
keadaan keputusan saat ini berdasarkan hasil analisis data.
4.Penilaian
resiko.
Kesadaran
terhadap situasi yang cukup bervariasi dapat membantu manajer untuk memprediksi
masa depan, identifikasi ancaman dan peluang, dan merespon sesuai dengan
kebutuhan. Saat ini bisnis beroperasi dalam kondisi lingkungan yang kompleks.
Pengambilan keputusan bisnis lebih mungkin disertai resiko yang berasal dari
lingkungan eksternal dan internal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penilaian
resiko merupakan fungsi penting pada sistem business intelligence.
5.Dukungan
pengambilan keputusan.
Tujuan utama
dari business intelligence adalah membantu manajer mengambil keputusan dengan
bijaksana berdasarkan data bisnis saat ini.
Arsitektur Sistem
Business Intelligence
Menurut Inmon
(2002) yang dikutip oleh Niu (2009), pada umumnya sistem business intelligence
terdiri dari empat level komponen dan modul manajemen metadata. Arsitektur
general dari sistem business intelligence terlampir pada gambar 1.
Komponen-komponen saling berinteraksi untuk memfasilitasi fungsi dasar business
intelligence: mengekstrak data dari sistem operasional perusahaan, menyimpan
data yang sudah diekstrak kedalam datawarehouse, dan menarik data yang disimpan
untuk berbagai aplikasi analisis bisnis.
Level sistem operasional.
Sebagai sumber
data dari sistem business intelligence, sistem operasional bisnis pada umumnya
menggunakan sistem online transaction processing (OLTP) untuk mendukung
kegiatan bisnis sehari-hari. Pada umumnya sistem OLTP adalah sistem penerimaan
order pelanggan, sistem keuangan, dan sistem sumber daya manusia.
Level akuisisi data.
Pada level ini
adalah komponen pra proses terdiri dari 3 tahapan yaitu : ekstraksi,
transformasi, dan memasukkan (ETL). Sebuah perusahaan memiliki beberapa sistem
OLTP yang menghasilkan jumlah data yang sangat besar. Data tersebut pertama
kali diekstrak dari sistem OLTP oleh proses ETL dan kemudian ditransformasi
sesuai dengan aturan transformasi. Apabila data yang sudah ditransformasi maka data tersebut dimasukkan ke data
warehouse. ETL merupakan komponen dasar dari sistem business intelligence
karena kualitas data dari komponen lain tergantung pada proses ETL. Dalam
perancangan dan pengembangan ETL, kualitas data, fleksibilitas sistem dan
kecepatan proses adalah perhatian utama.
Level penyimpanan data.
Data yang telah
diproses oleh komponen ETL disimpan dalam data warehouse dimana biasanya
diimplementasikan dengan menggunakan tradisional sistem manajemen database
(RDMS). RDMS didesain untuk mendukung proses transaksi, sangat bertolak
belakang dengan data warehouse berfokus kepada subyek, varian waktu dan
disimpan secara terintegrasi. Skema star dan snowflake merupakan skema data
warehouse yang paling populer. Apapun skema yang dipakai, tipe tabel pada data
warehouse adalah fact tables dan dimension tables.
Level analitis.
Berdasarkan data
warehouse, berbagai macam aplikasi analitikal telah dikembangkan. Sistem
business intelligence mendukung 2 tipe dasar dalam fungsi analitikal: pelaporan
dan online analytical processing (OLAP). Fungsi pelaporan menyediakan manajer
berbagai jenis laporan bisnis seperti laporan penjualan, laporan produk, dan
laporan sumber daya manusia. Laporan dihasilkan dari menjalankan queries
kedalam data warehouse. Data warehouse queries pada umumnya sudah didefinisikan
oleh pengembang data warehouse. Laporan yang dihasilkan oleh sistem business
intelligence biasanya memiliki format yang statis dan berisi tipe data yang
pasti.
Analitikal
business intelligence yang paling menjanjikan adalah OLAP. Menurut Codd et al
(1993) yang dikutip oleh Niu (2009), OLAP memungkinkan manajer untuk secara
efisien mendalami data bisnis dari berbagai dimensi analisis melalui operasi
pengirisan, pemotongan dan pendalaman. Sebuah analisis dimensi merupakan
perspektif melalui bagaimana data tersebut dipresentasikan, sebagai contoh:
tipe produk, lokasi penjualan, waktu dan pelanggan. dibandingkan dengan fungsi
laporan, OLAP mendukung analisis data sesuai dengan kebutuhan. OLAP merupakan
model data multidimensional yang dikenal sebagai skema snowflake dan star.
Sebagai tambahan dari laporan dan OLAP, terdapat banyak tipe analitikal yang
lain yang dapat dibuat berdasarkan sistem data warehouse seperti data mining,
executive dashboards, customer relationship management, dan business
performance management.
Manajemen metadata.
Metadata
merupakan data khusus mengenai data lain seperti sumber data, penyimpanan data
warehouse, peraturan bisnis, otorisasi akses, dan bagaimana data diekstrak dan
ditransformasi. Metadata sangat penting dalam menghasilkan informasi yang
akurat, konsisten dan pemeliharaan sistem. Manajemen metadata mempengaruhi
semua proses dari perancangan, pengembangan, pengujian, penyebaran dan
penggunaan sistem business intelligence.
Business
intelligence pada industri perbankan
Penerapan
business intelligence pada industri perbankan merupakan kunci sukses dalam
mengefisiensikan dan mengefektifkan kegiatan bisnis utama dengan kemampuan
dalam mendapatkan, mengelola dan menganalisa data nasabah, produk, layanan,
kegiatan operasi, pemasok dan rekan kerja dalam jumlah yang sangat besar.
Contoh penerapan business intelligence pada industri perbankan adalah customer
relationship management, customer credit analysis, risk management, credit card
analysis, customer segmentation, dll (Hair, 2007), (Dan, 2008). Peranan business
intelligence dalam kegiatan bisnis dapat menyediakan layanan yang lebih
personal kepada pelanggan dan secara radikal meningkatkan kualitas servis dari
bank tersebut. Pengelola produk perbankan bersaing dalam mendesain produk dan
layanan yang dapat menjawab setiap kebutuhan suatu segmen tertentu.
Salah satu
penerapan customer credit analysis adalah penerapan model penilaian kredit
nasabah (Ince & Aktan, 2009). Penilaian kredit nasabah merupakan kegiatan
paling penting untuk mengevaluasi aplikasi pinjaman yang diajukan oleh nasabah.
system penilaian kredit digunakan untuk memodelkan potensi resiko dari aplikasi
pinjaman, dimana system tersebut memiliki keuntungan karena dapat menangani
aplikasi pinjaman dalam jumlah besar dengan cepat tanpa membutuhkan sumber daya
yang banyak sehingga dapat menurunkan biaya operasional dan efektif dalam
mengurangi penalaran dalam pengambilan keputusan. Dengan persaingan dan
pertumbuhan pasar kredit konsumen, para pemain di industri perbankan saling
berlomba untuk mengembangkan strategi yang lebih baik berkat bantuan penerapan
model penilaian kredit. Tujuan dari penilaian kredit adalah memberikan
kemampuan kepada bagian analisa kredit untuk menentukan aplikasi pinjaman
nasabah yang diterima dari pihak marketing bank termasuk “kredit yang baik”
dimana para nasabah yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki kemungkinan
yang cukup besar untuk membayar kewajiban finansialnya kepada bank atau “kredit
yang jelek” dimana para nasabah yang termasuk dalam kategori tersebut memiliki
kemungkinan yang cukup besar untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Berdasarkan
hasil studi yang dilakukan oleh Huseyin Ince dan Bora Aktan (2009), peneliti
membandingkan kinerja dari model penilaian kredit menggunakan pendekatan
tradisional dan artificial intelligence (discriminant analysis, logistic
regression, neural networks, classification, and regression tree). Penelitian
percobaan dengan data riil telah mendemonstrasikan bahwa classification,
regression tree, dan neural networks mengalahkan kinerja model penilaian kredit
secara tradisional dalam hal prediksi keakuratan dan type II errors.
Analisis
terhadap data pelanggan merupakan kunci utama bagi pihak manajemen bank untuk
menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dengan menggunakan konsep pareto, bahwa
dengan mendesain produk dan layanan kepada 20% nasabah dapat memberikan hasil
sebesar 80% terhadap keuntungan. Pihak manajemen mempercayai bahwa dengan
menganalisa 20% nasabah tersebut merupakan langkah yang efektif dalam
meningkatkan keuntungan dan menurunkan biaya operasional. Selain kasus diatas,
pihak manajemen bank dapat menganalisis pemasaran kartu, perhitungan harga jual
dan tingkat keuntungan terhadap pemillik kartu, deteksi terhadap potensi
kecurangan, prediksi manajemen daur hidup nasabah. Segmentasi pelanggan
merupakan salah satu strategi pemasaran yang efektif, dengan memahami
karakteristik dan kebutuhan setiap segmen nasabah maka pihak manajemen dapat
mendesain bagaimana cara memasarkan, harga, kebijakan untuk setiap produk dan
layanan sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal (Mawoli &
Abdulsalam, 2012). Dengan penerapan business intelligence dalam proses
segmentasi nasabah menjadi lebih mudah karena pihak manajemen dapat dengan
mudah mengidentifikasi demografi dan geografi nasabah tetapi pihak manajemen
harus meluangkan waktu dan tenaga apabila ingin mengetahui psikografi dan
perilaku nasabah dan pihak manajemen perlu mengidentifikasi atribut-atribut
yang diperlukan seperti umur, pekerjaan, penghasilan dan jenis kelamin dengan mudah
dan pada umumnya dapat diukur dengan RFV (recency, frequency, dan value dari
perilaku transaksi mereka) (Sun, 2009), (Lin, Zhu, Yin, & Dong, 2008).
Dapat
disimpulkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang makin komplek dan
efisiensi bisnis proses dengan otomatisasi kegiatan operasional membutuhkan
dukungan sistem informasi. Sistem informasi perbankan perlu tetap dikembangkan
sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasabah dan mengikuti inovasi bisnis, akan
tetapi perlu adanya integrasi dengan sistem business intelligence sehingga
pihak manajemen mendapatkan informasi yang up-to-date dan insight dari data
historis.